Selasa, 12 Januari 2010
Cita Citaku sebagai Perawat
N a f a s
disajikan oleh
Dyah, Mahasiswa PSIK Fak Kedokteran Unud
I. NYERI
Nyeri merupakan tanda peringatan bahwa terjadi kerusakan jaringan, yang menjadi pertimbangan utama keperawatan saat mengkaji nyeri.
A. Pengertian Nyeri
Nyeri adalah segala sesuatu yang dikatakan sesorang tentang nyeri tersebut dan terjadi kapan saja sesorang mengatakan bahwa ia sedang merasa nyeri (Potter & Perry, 2005).
Nyeri merupakan suatu kondisi yang lebih dari sekedar sensai tunggal yang disebabkan oleh stimulus tertentu. Nyeri bersifat subjektif dan sangat bersifat individual. Stimulus nyeri dapat berupa stimulus yang bersifat fisik atau mental, sedangkan kerusakan dapat terjadi pada jaringan atau pada fungsi ego seseorang individu. Nyeri tidak dapat diukur secara objektif, seperti dengan menggunakan sinar X atau pemeriksaan darah.
B. Fisiologi Nyeri
Nyeri merupakan reaksi fisik, emosi, dan perilaku. Cara yang paling baik untuk memahami pengalaman nyeri, untuk membantu menjelaskan tiga komponen fisiologis nyeri yakni : resepsi, persepsi, dan reaksi. Stimulus penghasil nyeri mengirimkan impuls melalui serabut saraf perifer. Serabut nyeri memasuki medulla spinalis dan menjalani salah satu dari beberapa rute saraf dan akhirnya sampai didalam masa berwarna abu-abu di medulla spinalis. Terdapat pesan nyeri dapat berinteraksi dengan sel-sel saraf inhibitor, mencegah stimulus nyeri sehingga tidak mencapai otak atau ditransmisi tanpa hambatan ke korteks serebral. Sekali stimulus nyeri mencapai korteks serebral, maka otak menginterpretasi kualitas nyeri dan memproses informasi tentang pengalaman pengetahuan yang lalu secara asosiasi kebudayaan dalam upaya mempersepsikan nyeri.
C. Klasifikasi Nyeri
1) Superfisial atau Kutaneus (Nyeri akibat stimulasi kulit)
Dengan karakteristik nyeri berlangsung sebentar dan terlokalisasi. Nyeri biasanya dirasakan sebagai sensasi yang tajam. Contohnya jarum suntik, luka potong kecil/laserasi.
2) Viseral Dalam
Adalah nyeri akibat stimulus organ - organ internal. Nyeri bersifat difus dan menyebar ke beberapa arah. Durasi berfariasi tetapi biasanya berlangsung lebih lama dari pada nyeri superficial. Nyeri dapat terasa tajam, tumpul, atau unik tergantung organ yang terlibat. Contohnya adalah : sensasi pukul (Crushing), sensasi terbakar.
3) Nyeri Alih
Merupakan fenomena umum dari nyeri visceral karena banyak organ tidak memiliki reseptor nyeri. Jalan masuk neuron sensori dari organ yang terkena ke dalam segmen medulla spinalis sebagai neuron tempat asal nyeri dirasakan.
Nyeri terasa di bagian tubuh yang terpisah dari sumber nyeri dan dapat tersa dengan berbagai karakteristik.
Contohnya : Infark Miokard yang menyebabkan nyeri alih ke rahang, lengan kiri dan bahu kiri.
4) Radiasi
Sensasi nyeri meluas dari bagian tubuh yang cedera ke bagian tubuh lain.
Karakteristik : nyeri terasa seakan menyebar ke bagian tubuh bawah atau sepanjang bagian tubuh. Nyeri dapat intermiten aatu konstan.
Contoh : Nyeri punggung bagian bawah akibat diskus intravertebralis yang rupture disertai nyeri yang meradiasi sepanjang tungkai dari iritasi saraf skiatik.
II. NAFAS DALAM
A. Pengertian Nafas Dalam
Latihan nafas dalam adalah bernapas dengan perlahan dan menggunakan diafragma, sehingga memungkinkan abdomen terangkat perlahan dan dada mengembang penuh (Parsudi, dkk, 2002).
Pernafasan merupakan kagiatan bernafas dimana kegiatan tersebut mencakup pengambilan oksigen dan pengeluaran karbondioksida.
B. Tujuan Latihan Nafas Dalam
Tujuan nafas dalam adalah untuk mencapai ventilasi yang lebih terkontrol dan efisien serta untuk mengurangi kerja bernafas, meningkatkan inflasi alveolar maksimal, meningkatkan relaksasi otot, menghilangkan ansietas, menyingkirkan pola aktifitas otot-otot pernafasan yang tidak berguna dan tidak terkoordinasi, melambatkan frekuensi pernafasan,dan mengurangi udara yang terperangkap serta mengurangi kerja bernafas (Smeltzer, S. C, 2002).
Untuk mengatasi nyeri, dapat mendeteksi pola nafas efektif atau tidak efektif,
Dapat mengetahui ada/tidaknya kerusakan pada pertukaran gas (bila ada secret dan lain-lain), menghindari resiko terhadap sesak nafas.
C. Prosedur Kerja Latihan Nafas Dalam
Tehnik nafas dalam yang dilakukan pada penderita tuberkulosis ini adalah dengan cara sebagai berikut :
1) Atur posisi penderita dengan posisi duduk di tempat tidur atau dikursi.
2) Letakkan satu tangan penderita di atas abdomen (tepat di bawah iga) dan tangan lainnya pada tengah-tengah dada untuk merasakan gerakan dada dan abdomen saat bernafas.
3) Tarik nafas dalam melalui hidung selama 4 detik sampai dada dan abdomen terasa terangkat maksimal, jaga mulut tetap tertutup selama inspirasi, tahan nafas selama 2 detik.
4) Hembuskan nafas melalui bibir yang dirapatkan dan sedikit terbuka sambil mengencangkan (mengkontraksi) otot-otot abdomen dalam 4 detik.
5) Lakukan pengulangan selama 1 menit dengan jeda 2 detik setiap pengulangan, ikuti dengan periode istirahat 2 menit. Lakukan dalam lima siklus selama 15 menit.
DAFTAR PUSTAKA
Perry & Potter. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses Dan Praktik. Volume 2. Jakarta : EGC
Smeltzer, S. C. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Volume 2. Jakarta: EGC
Minggu, 10 Januari 2010
Sabtu, 09 Januari 2010
Dementia
OLEH
Klp. 2B Semester VII
Program Studi Ilmu Keperawatan
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
2010
1. Pengertian dementia
Demensia adalah penyakit degeneratif dan progresif pada otak yang menyebabkan cacat spesifik pada neuron serta mengakibatkan gangguan memori berpikir dan tingkah laku (Sylvia A Price, 2006).
Demensia merupakan sindrom yang ditandai oleh ganguan fungsi kognitif tanpa gangguan kesadaran (Arif Manjoer, 2000)
Demensia adalah suatu sindrom yang dikarakteristikkan dengan adanya kehilangan kapasitas intelektual, melibatkan tidak hanya ingatan, namun juga kognitif, bahasa, kemampuan visual dan kepribadian. Kelima komponen tersebut tidak harus terganggu seluruhnya, namun pada sebagian besar kasus, kelima komponen ini memang terganggu dalam derajat yang bervariasi (Gallo, Joseph J : 1998).
Demensia adalah suatu kondisi konvusi kronik dan kehilangan kemmapuan kognitif secara global dan progresif yang dihubungkan dengan masalah fisik (Watson, Roger : 2003).
Demensia adalah suatu sindroma klinik yang meliputi hilangnya fungsi intelektual dan ingatan/ memori sedemikian berat sehingga menyebabkan disfungsi hidup sehari-hari (Brockle Hurst & Allen, 1987 dalam Darmojo : 2004).
2. Penyebab dementia
Keadaan yang secara potensial reversible atau bisa dihentikan, untuk mengingat berbagai keadaan tersebut telah dibuat suatu “jembatan keledai” sebagai berikut :
· D : Drugs ( obat-obatan )
· E : Emotional ( gangguan emosi, misal : depresi, dll )
· M : Metabolik/ endokrin
· E : Eye & Ear ( disfungsi mata dan telinga )
· N : Nutrisional
· T : Tumor & trauma
· I : Infeksi
· A : Arteriosklerotik ( komplikasi penyakit aterosklerosis, misal : infark miokard, gagal jantung, dll ) dan alcohol
Keadaan yang secara potensial teversible atau bisa dihentikan :
· Intoksikasi ( obat, termasuk alkohol, dll )
· Infeksi susunan syaraf pusat tumor otak, stroke
· Gangguan metabolik
· Gangguan nutrisi
· gangguan vaskuler ( dementia multi infark )
· Lesi desak ruang
· Hidrocephalus bertekanan normal
· Depresi (Pseudo - dementia depresif )
( Mangoen Prasodjo: 2004 )
3. Gejala- gejala dementia
a. Demensia Alzheimer : Tidak mampu menyebut kata yang benar, mudah lupa,berlanjut dengan kesulitan mengenal benda dan akhirnya tidak mampu menggunakan barang-barang sekalipun yang termudah.
Stadium demensia Alzheimer terbagi atas 3 stadium, yaitu :
· Stadium I : gejala gangguan memori, berhitung dan aktifitas spontan menurun
· Stadium II : Disorientasi,gangguan bahasa (afasia),penderita mudah bingung,penurunan fungsi memori lebih berat sehingga penderita tak dapat melakukan kegiatan sampai selesai, tidak mengenal anggota keluarganya tidak ingat sudah melakukan suatu tindakan sehingga mengulanginya lagi, ada gangguan visuospasial, menyebabkan penderita mudah tersesat di lingkungannya, depresi berat
· Stadium III :Penderita menjadi vegetative, tidak bergerak dan membisu, daya intelektual serta memori memburuk sehingga tidak mengenal keluarganya sendiri, tidak bisa mengendalikan buang air besar/ kecil, kegiatan sehari-hari membutuhkan bantuan ornag lain, kematian terjadi akibat infeksi atau trauma.
- Demensia Vaskuler
Gejala depresi lebih sering dijumpai pada demensia vaskuler daripada Alzheimer
4. Penatalaksanaan dementia
a. Farmakologis
Pada dementia reversible ditekankan pada pengobatan kausal misalnya pada hipo/hipertiroiditi,defisiensi vitamin B12,intoksifikasi,ensefalopati metabolic.
Pada alzeimer pengobatan bertujuan untuk menghentikan progresivitas penyakit.
b. Non farmakologis
Penatalaksanaan nonfarmakologis ditujukan untuk keluarga yang dapat dilakukan dengan :
1. Merancang program harian penderita
- Latihan fisik untuk mengacu aktivitas fisik dan otak
- Asupan gizi seimbang
- Mencegah factor resiko penyebab pemberat penyakit (hipertensi,DM,merokok dan gangguan vaskuler)
- Laksanakan hobi dan aktivitas sesuai kemampuan
- Melaksanakan “LUPA” (Latih, Ulang,Perhatikan,dan Asosiasi)
- Tingkatkan aktivitas saat siang hari, tempatkan pada ruang yang cukup pencahayaannya.
2. Orientasi realitas
- Penderita diingatkan waktu dan tempat
- Beri tanda khusus untuk tempat tertentu seperti kamar mandi
- Pemberian stimulasi melalui latihan / permainan misalya permainan monopoli, kartu, mengisi TTS menciptakan lingkungan yang familiar, aman, dan tenang. Hindari keadaan yang membingungkan dan menimbulkan sters dan berikan kelaluasaan bergerak.
3. Modifikasi perilaku
- Observasi perilaku penderita dan mencari factor prncetusnya
- Memberikan informasi yang benar kepada pengasuh
- Membuat rencana kerja dengan melibatkan keluarga.
5. Pencegahan
Dementia perlu dikenali dan dipahami cara pencegahannya melalui pola hidup sehat seperti makan dengan gizi seimbang, cukup istirahat dan olah raga, tidak merokok dan lain-lain agar pada saatnya nanti para usia lanjut tidak segera mengalami kepikunan dan masih dapat mandiri bahkan produktif. Selain itu, kemungkinan dementia dapat dicegah dengan menjaga ketajaman daya ingat dan senantiasa mengoptimalkan fungsi otak (Dwi Nurviyandari, 2007)